Pages

Sunday, 12 June 2011

LIRIH

Pelan bibirmu berbisik
" yudi,jangan pergi!!,betapa ku ingin kau disini temaniku menyayat hari mengiris malam,ku mohon"

Ku hanya mampu membisu nikmati senandung lirihmu dan memang lbh baik diam...
Krn ku nikmati ketenangan
kedamaian di sela kegalauan hati oleh caci maki mulut kotor

aaargghh...
Sungguh perjalanan yg aneh dan tak dapat ku mengerti
kenapa langkahku membawaku ke altar hatimu..
Unt kau semaikan
kau sanjungi...
Hilangkan sadarku bahwa ini persinggahan

saatnya aku harus pergi
kenapa masih sempat tinggalkan tawa dan luka mengangah

lirih ku dengar suaramu
"jangan pergi"

LURUH

Kau begitu luruh menatapku
seakan ada yg ingin kau pinta dariku tp tak dapat ku beri

hatiku bergetar ibah tapi
bukan kasihan

Makin nanar engkau menatapku
mungkin hingarnya benci ingin teriak tp tertahan ketulusan hati...ke ikhlasan

ada nada yg mengalun terluka
ada denting yg enggan tawarkan tawa
yang ku tahu ini tentang sebuah rasa...rasa yg tak bisa ku beri..tak bisa

Ma'afkan aku yg terlalu berani menggedor pintu kalbumu
terlalu berani kejutkan ketenangan para dewa

tatapmu luruh...
Luruh...
Hancurkan tegarnya kesombongan diri...

Msh terngiang jelas engkau memaki " aku sayang kamu bangsat "
dgn air matamu
dgn luruhmu...
Dgn luruhmu...

AKU INGIN HIDUP SEPERTI YANG KU MAU

Ketika mentari melihatmu apakah kamu juga melihatnya? Waktu mengawasimu, mengaturmu dengan uraian roda-roda masa depan. Sementara hidup terus mengejarmu, terus mendesak langkah-langkahmu! Akankah kamu diam menyaksikan tuntutan menghabisimu? Atau kamu sangsi dan menyegerakan diri untuk berlari mempertahankankan hidup yang murni?

Hidup tak sekedar hidup, tidak hanya bernafas, makan, minum, dan melakukan hal-hal yang menurut mereka adalah kehidupan. Sementara jiwa mereka kaku, terikat dan pasrah pada waktu keadaan yang ada. Karena bagiku hidup adalah ketika aku mampu menafkahi ciptaanku, memberi nafas untuk hasratku agar terus bergerak dan melaju. Mereka yang mengatakan dirinya hidup dan mengikatkan butiran manik yang pernah mengikat leher nenek moyangnya, tidak lebih dari mayat yang menumpang hidup. Pemikirannya selalu dibatasi ketakutan-ketakutan semu dan kutukan khayalan yang memboikot harapan mereka sendiri.

Aku ingin hidup!... hidup atas keinginanku sendiri. Memilih udara sendiri untuk ku hirup, bukan udara yang dicemari peraturan dan membuat paru-paruku tertekan. Sedangkan kamu dan semua kemunafikan adalah kematian bagiku, karena kamu terlihat puas dengan pencapaianmu sekarang (sebuah hasil yang teraih dibawah tangan yang menjadikanmu seolah susunan yang terbentuk orang-orang egois disekelilingmu). Segala sesuatu yang mengaturku berasal dari diriku. Aku tak punya bagian kecuali mereka yang membagi hidupnya untuk hidupku. Hidup menjadikan diriku yang ingin hidup. Bebas bergerak tanpa rambu-rambu yang menghentikan aku. Merangsang cahaya terang diatas kepalaku, terbang telanjang menggerayangi langit dan bumi yang ada dalam genggamanku.