Pages

Thursday, 7 April 2011

ANDRY

Lorong panti
Senyap..............

Dinding putih dan bangku panjang.
Sunyi...............

Begitulah saat saya pertama kali
bertemu dengan Andry.

“ Beli kartunya dong Kak,”pintanya saat itu.
Andry... tampak menarik tangan saya dan memamerkan beberapa kartu ucapan di tangannya.
Ada 5 buah, kartu-kartu mungil yang dibungkus plastik transparan.
Ada sebuah kartu yang
sederhana, dengan hanya satu gambar bunga di depannya.
Telihat garis-garis sejajar, mungkin
melambangkan tanah.
Kelopak-kelopaknya tampak merekah, dengan tangkai yang
sangat panjang.
Dia bilang, kartu-kartu itu adalah buatannya sendiri.
Saya ambil satu, dan dia pun tersenyum.

Andry, adalah sama dengan remaja lainnya.
Dia suka mendengarkan musik,main basket, dan tentu saja,
menyukai remaja lawan jenisnya.

Namun....... yang
membedakannya mungkin hanya
karena dia adalah penderita Down Syndrome, ditambah
dengan gangguan Cerebral Palsy.
Tangannya, sering bergerak tak
menentu.
Bicaranya tak jelas........ disertai dengan lonjakan-lonjakan kepala yang intens.

Kartu mungil itulah yang menjadi awal kami berbicara.
Saya mulai bertanya kabarnya,dan dia menjawab baik-baik saja.
Tangannya mulai bergerak spastis.
Kursi roda yang didudukinya bergeser.
Tak lama kemudian........ mulailah ia bercerita tentang apa yang
dirasakannya.
Ia ingin sekali punya seperangkat alat musik.
Ia ingin punya gitar, dan piano
agar dapat bernyanyi setiap hari.
Dia lalu juga bercerita bahwa dia sudah mengumpulkan uang
sebanyak 500 ribu, hasil dari kartu-kartu buatannya. Dengan
uang itu, ia berniat untuk membeli piano.

Ah.., dia tampak bersemangat sekali.
Larik-larik cahaya sore yang menembus jendela yang terbuka
setengah.
Cahaya itu menimpa tubuhnya,
dan ah, kini ia tampak bersinar.
Tangannya kembali bergerak tak
menentu, dan kepalanya masih
melonjak-lonjak.
Dia menjadi teman yang
menyenangkan sore itu.
Kami juga bercanda, dan saling
bertepuk tangan.
Kami membuat suara-suara aneh,
hingga membuat kami sendiri tergelak tertawa.
Padahal cuma ada kami berdua yang ada di koridor panjang itu.

Lorong panti.
Senyap..........
Dinding putih dan bangku panjang.
Sunyi...............

Begitu pula saat saya
meninggalkan Andry bersama dengan beragam pemikiran (dan
pelajaran tentang ketegaran yang
diberikannya).

***********
Saya kagum dengannya.
Walaupun tak sempurna, tak
kurang semangatnya untuk menjalani hidup.
Kita mungkin paham, dengan uang 500 ribu, gitar dan piano
macam apa yang akan
didapatkannya.
Mungkin tak satupun.
Tapi itulah kita.
Dan kita bukan Andry.
Uang itu berarti segalanya buat
dia.

Kita mungkin akan berkata kepadanya, “sudahlah Andry,
kamu tak akan bisa menjadi pemusik dengan keadaan seperti
ini........... ”

Kata-kata itu mungkin yang akan terlintas di benak kita.

Tapi itulah kita..............
Dan kita bukan Andry...........

Kata-kata itu seringkali tak berarti baginya.

Teman........ kita mungkin sering
pesimis dalam hidup ini.
Walaupun dengan keadaan yang
sangat jauh berbeda dengan Andry, kita kerap tak bersemangat dalam hidup.
Bisa jadi.............. tak ada bara-bara api semangat yang membakar dalam dada.

Bisa jadi.............. tak ada derap-derap langkah yang menghentak
menuju kemenangan.

Namun........... maukah kita menjadi orang-orang yang
pesimis..........?
Maukah kita menjadi orang-orang
yang menyerah, terkapar di
tengah perjalanan hidup ini..?

Jangan............!!

Jangan biarkan bara-bara itu
redup dalam hatimu.
Jangan biarkan derap-derap itu
melunak dalam jiwamu.
Sediakan selalu percik-percik api
walau sedikit untuk menyalakan
semangat itu.
Sebab............ percik api, akan selalu menjadi benih bara api
yang berkobar-kobar.
Jejakkan kakimu kuat-kuat agar
tak goyah jalanmu.
Sebab........... kaki yang menjejak dalam, akan membuat kita tegap
dalam melangkah.
Tataplah kedepan.
Pandanglah dengan sorot mata
kemenangan.
Dengarkan alunan gemuruh
irama dalam jiwamu.
Biarkan simfoni itu yang mengisi kalbumu.


Semoga Allah Subhanaahu Wa
Ta'ala selalu bersamamu

0 komentar:

Post a Comment